Rasulullah SAW, Entrepreneur Sejati

Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT suka kepada hamba yang berkarya dan terampil. Barang siapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid fisabilillah.” (HR.Imam Ahmad)
Hal yang sangat patut direnungkan oleh umat Islam, dan ini menjadi kendala bagi kemajuan umat adalah faktor leadership (kepemimpinan) dan kemampuan manajemen. Ukhti semua pasti tahu bahwa dampaknya pun jelas, dengan dua titik lemah ini potensi yang sebenarnya banyak justru tidak terbaca, tidak tergali secara maksimal, dan tidak bisa dikembangkan menjadi sebuah sinergi yang memiliki dampak besar bagi kemajuan umat. Padahal, jika dua hal itu menjadi modal kita, niscaya kesuksesan bukan lagi suatu hal yang terlalu muluk untuk diraih. Nah, di UKHTI kali ini, ukhti semua bisa melirik (melototi juga boleh) bahwa ranah wiraswasta justru menjanjikan terasahnya kedua modal di atas. Tertarik ? Lanjutin baca dech…tarik, Maang…!
Kelemahan leadership dan manajerial tersebut ternyata dapat kita telusuri dengan mengamati bagaimana pemahaman umat tentang sifat Rasulullah SAW. Dari beberapa literatur yang didapat, betapa jiwa entrepreneurship Rasulullah di bidang wirausaha begitu mendominasi, sehingga beliau berkembang menjadi seorang pemimpin yang memiliki jiwa entrepreneur, dan keterampilan manajemen yang baik untuk mengelola sebuah dakwah, sebuah sistem yang bertata nilai kemuliaan Al Islam.
Pada waktu Rasulullah masih kecil, beliau sudah mendapat upah dari menggembalakan beberapa ekor kambing miliki orang lain, yang secara otomatis mengurangi biaya hidup yang harus ditanggung oleh pamannya, Abu Thalib. Pada usia 12 tahun, sebuah usia yang relatif muda, beliau melakukan perjalanan dagang ke Syiria bersama Abu Thalib. Beliau tumbuh dewasa di bawah asuhan pamannya ini dan belajar mengenai bisnis perdagangan darinya. Bahkan ketika menjelang dewasa dan menyadari bahwa pamannya bukanlah orang berada serta memiliki keluarga besar yang harus diberi nafkah, Rasulullah mulai berdagang sendiri di kota Mekkah.
Bisnisnya diawali dengan sebuah perdagangan taraf kecil dan pribadi di kota Makkah, yaitu dengan membeli barang dari satu pasar dan menjualnya kepada orang lain. Dengan demikian ternyata Rasulullah telah melakukan aktivitas bisnis jauh sebelum beliau bermitra dengan Khadijah. Ciri yang sangat khas dari aktivitas bisnis yang dilakukan oleh Rasulullah waktu itu adalah beliau sangat terkenal karena kejujurannya dan sangat amanah dalam memegang janji. Dan ini merupakan sebuah nuansa dengan pesona tersendiri bagi warga Jazirah Arab. apalagi kemuliaan akhlaknya seakan menebarkan pesona indah kepribadiannya.
Pun ketika beliau tidak memiliki uang untuk berbisnis sendiri, ternyata beliau banyak menerima modal dari orang-orang kaya Mekkah yang tidak sanggup menjalankan sendiri dana mereka, dan menyambut baik seseorang yang jujur untuk menjalankan bisnis dengan uang yang mereka miliki berdasarkan kerjasama. Tiada lain karena sejak kecil Rasulullah telah dikenal oleh penduduk Mekkah sangat rajin dan penuh percaya diri. Dikenal pula oleh kejujuran dan integritasnya dibidang apapun yang dilakukannya. Tak berlebihan bila penduduk Mekkah memanggilnya dengan sebutan Shiddiq (jujur) dan Amin (terpercaya).
Diantara hal yang terus menerus harus kita teladani dari Rasulullah dalam interaksi bisnisnya adalah beliau sangat menjaga nilai-nilai harga diri, kehormatan, dan kemuliannya dalam proses interaksi bisnisnya ini. Bisnis bagi Rasulullah SAW tidak hanya sebatas perputaran uang dan barang, tapi ada yang lebih tinggi dari semua itu, yaitu mejaga kehormatan diri. Sehingga keuntungan apapun dari setiap transaksi yang beliau dapatkan, maka kemuliaannya justru semakin menjulang tinggi. Semakin dihormati, semakin disegani dan ini menjadi aset tak ternilai harganya yang mendatangkan kepercayaan dari para pemilik modal.
Dengan kata lain, modal terbesar dari seorang yang menjadi pengusaha sukses, pemimpin sukses, atau ilmuwan sukses dalam disiplin ilmu apapun, ternyata jiwa entrepreneur ini harus dikembangkan sejak awal. Pembangunan harga diri, pembangunan etos kerja, pembangunan karir kehormatan sebagai seorang jujur yang terbukti teruji dan sangat amanah terhadap janji-janji, jikalau hal ini ditanamkan, dilatih sejak awal maka akan membuahkan kepribadian yang sangat bermutu tinggi dan ini menjadi bekal kesuksesan bekerja dimanapun atau kesuksesan mengemban amanah jenis apapun.
Dan yang paling perlu digaris bawahi, Rasulullah SAW mengadakan transaksi bisnis sama sekali tidak untuk memupuk kekayaan pribadi, tetapi justru untuk membangun kehormatan dan kemuliaan bisnisnya dengan etika yang tinggi dan hasil yang didapat justru untuk didistribusikan ke banyak umat. Sehingga kesuksesannya mampu membawa banyak dampak positif, yaitu kesuksesan dan kesejahteraan bagi umat yang lainnya.
Banyak cara yang bisa kita tempuh untuk mulai belajar berkarya dalam wiraswasta. Walau masih di usia perkuliahan, mahasiswa pun banyak yang telah mampu mengembangkan potensi dirinya. Tidak hanya memperoleh pendapatan dari bekerja, bahkan ia mampu menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain. So, bukan hal yang mustahil bagi kita untuk turut berkontribusi dalam memajukan peradaban dengan mengembangkan diri dan senantiasa menjadi pribadi yang berkualitas.
Untuk menjadi pribadi yang seperti itu, Aa Gym, yang juga tergolong enterprenuer sukses, punya resepnya. Pertama, kita harus “tenang” karena keyakinan akan adanya kekuasaan Allah. Lalu, “terencana” dalam melakukan sesuatu, baru “tawakal”. Kemudian “terampil” dalam berkerja; “tertib” dalam kehidupan; “tekun” dan “istiqamah” dalam mengatasi kejemuan; “tegar” dan sabar dalam menerima musibah dari berbagai macam kejadian; “tawadhu” atau rendah hati, karena kesombongan merupakan sarana yang paling efektif untuk menjatuhkan martabat kita.
Namun, perlu diingat pula bahwa sebagai seorang istri sholehah (siapa yang ga pengen?), nantinya kita memiliki tanggung jawab utama dalam pengurusan rumah tangga. Tak hanya urusan dapur dan tetek bengeknya, pun baik buruknya kualitas generasi muda ada di tangan kita. Bukankah madrasah pertama seorang anak telah dimulai sejak dalam kandungan ibunya? Oleh karena itu, walau wanita memiliki kesempatan yang sama (dengan pria) untuk berkiprah di sektor publik dalam rangka meraih kemaslahatan bersama, berdakwah dan menegakkan amar makruf nahi mungkar di masyarakat, jangan sampai ia melalaikan tugas utamanya dalam pengelolaan keluarga dan generasi.
Terakhir, kita semua perlu ingat bahwa kesuksesan sejati adalah ketika kita berhasil meyakini semua ini adalah milik Allah, yang membuat kita menjadi tawadhu dan rendah hati, terus-menerus membersihkan hati dan terus meningkatkan kemampuan untuk mempersembahkan yang terbaik, yang terlihat dari kemuliaan akhlak dan sempurnanya amal dengan hati yang ikhlas.